Mempersatukan dua individu berarti mempertemukan dua keluarga dengan pandangan yang berbeda. Tidak sedikit kisah perjalanan suatu hubungan kandas karena tidak adanya persetujuan dari orang tua.
Hampir semua orang tua yang baik selalu ingin hal-hal terbaik untuk anaknya. Tetapi, tidak semua bisa memahami bagaimana anak mereka ingin bahagia, termasuk dalam memilih pasangan hidup.
Hal ini tidak bisa dihindari, tetapi jika kamu yakin dengan pilihanmu, kamu perlu menentukan langkah tegas untuk bertahan melewatinya.
1. Yakinlah dengan Pilihanmu
Sebelum memikirkan langkah-langkah strategis untuk memperjuangkan hubunganmu, sudahkah kamu yakin dengan pilihanmu?
Apakah kamu tahu persis kenapa kamu memilihnya sebagai pendamping hidupmu?
Pikirkan matang-matang kenapa kamu memutuskan untuk serius dengannya. Alih-alih memikirkan alasan apa saja yang membuat sosoknya memesona di matamu, resapi benar-benar perasaanmu dan tanyakan pada diri sendiri:
- Diakah yang kamu inginkan untuk menghabiskan sisa hidup bersama?
- Diakah yang ingin kamu bahagiakan, dan yang membuatmu bahagia?
- Diakah orang yang ingin kamu temani dan kamu butuhkan untuk tumbuh bersama-sama jadi lebih baik?
- Diakah orang yang sudah kamu kenal selama ini, dan masih ingin kamu kenali lebih jauh?
Keyakinan-keyakinan ini akan menjadi kekuatan jika sewaktu-waktu kamu perlu berargumen. Ini adalah fondasi dari segalanya.
Jangankan memperjuangkan hubungan kalian–orang lain tidak akan percaya jika kamu sendiri tidak memiliki kepercayaan itu.
Di tahap ini, kamu juga mungkin perlu meyakinkan diri jika memilih pasangan dengan perbedaan mendasar seperti agama. Aspek ini sangat wajar jika menimbulkan penolakan.
Jika kamu rasa sudah siap melakukan perubahan besar pada dirimu sendiri, termasuk nilai-nilai yang kamu pegang, maka kamu mungkin cukup sanggup untuk menghadapi penolakan sebesar apapun terkait memilih pasangan beda agama.
2. Beri Orang Tua Ruang untuk Beropini
Ketika orang tuamu mulai mengungkapkan pendapat tentang pasanganmu, posisikan dirimu sebagai pendengar sepenuhnya. Memberi perlawanan hanya akan membuatmu semakin tampak kekanakkan dan memvalidasi keraguan mereka terhadap caramu menentukan pilihan.
Biarkan mereka mengatakan secara jujur dan terbuka mengenai kesan apa yang mereka tangkap serta apa saja yang mereka lihat dan rasakan dari pasanganmu.
Dengarkan dulu tanpa menghakimi. Kamu akan bisa menimbang apakah pendapat mereka objektif atau subjektif.
Pandangan Objektif Orang Tua
Pandangan objektif bisa saja terkait hal-hal yang tidak kamu sadari atau kamu kesampingkan selama ini.
Orang tuamu mungkin melihat kebiasaan seperti merokok, minum alkohol, obat-obatan, atau cara bicara yang menandakan kekerasan verbal. Hal-hal seperti ini harus jadi perhatianmu jika kamu memang ingin membina hubungan jangka panjang yang sehat.
Pandangan Subjektif
Pandangan subjektif orang tua seringkali muncul karena mereka melihat kemungkinan adanya perbedaan nilai.
Sudah sering terjadi orang tua lebih menyukai jika pasangan anaknya sudah memiliki pekerjaan tetap dan masa depan karier cemerlang, alih-alih mereka yang bekerja di perusahaan kecil dan merintis.
Mereka tentu ingin pasangan yang bisa ‘menjamin kehidupan’ anaknya, tetapi belum bisa memahami gairah pasanganmu dalam membangun bisnis dari 0.
Terlepas dari perdebatan panjang yang bisa lahir dari perbedaan nilai-nilai itu, di tahap ini kamu sebaiknya tidak langsung memberikan respon.
Namun, tanyakan kenapa mereka bisa memiliki pendapat seperti itu. Bantu orang tuamu mendalami pandangan mereka sendiri. Dengan begitu, kamu juga bisa lebih memahami cara berpikir mereka.
3. Cari Waktu Bicara yang Tenang
Ketika kamu sudah mengerti apa yang melatarbelakangi opini orang tuamu, kamu bisa mencari kesempatan untuk menyampaikan perasaanmu.
Selalu utamakan bicara dengan kepala dingin dan suasana yang kondusif. Jelaskan bahwa kamu memahami preferensi mereka, tetapi kamu pun harus jujur tentang apa yang kamu rasakan saat mengetahui penolakan orang tuamu.
Tetapi, jangan gunakan kesempatan ini untuk membandingkan nilai yang dimiliki oleh pasanganmu dengan milik orang tuamu. Jika kamu memang lebih menghargai kerja keras orang yang merintis bisnis seperti pasanganmu, tidak berarti memiliki pekerjaan tetap idaman orang tuamu adalah sesuatu yang salah.
Jangan memanfaatkan pasanganmu sebagai tameng, karena itu hanya akan menyakiti pasangan dan orang tuamu secara bersamaan.
Meski orang tuamu tahu, kadang mereka juga enggan untuk menerima bahwa ini adalah pilihan hidup yang kamu buat sebagai orang dewasa. Kamu tentu sepenuhnya sadar dan tahu apa yang akan kamu lewati bersama pasanganmu kelak, baik sulit maupun senang.
4. Cari Penengah Jika Tidak Terkendali
Ketika kamu berhasil meluluhkan ego orang tuamu, diskusi akan berjalan dengan lancar dan tinggal menunggu waktu untuk mereka sepenuhnya menerima.
Tetapi, jika kamu mendapatkan reaksi yang berlebihan hingga cenderung bersifat toksik, kamu mungkin tidak memiliki kesempatan lagi untuk menghadapinya sendirian. Misalnya, orang tuamu mengabaikan pendapatmu dan menganggapnya tidak penting.
Pada tahap ini, kamu perlu mencari anggota keluarga atau orang lain yang bisa dipercaya sebagai penengah. Utamakan orang tersebut memahami orang tuamu dan tidak menghakimi pilihanmu.
Biasanya, perasaan superior pada orang tua bisa ditekan jika ada orang yang memberikan pengertian dari posisi yang setara dengannya. Lebih baik lagi jika orang tersebut dianggap lebih bijak atau dituakan oleh orang tuamu.
Pada akhirnya–meski ini agak terdengar menyakitkan–kamu mungkin tidak bisa melakukan apapun. Seperti mereka yang tidak bisa mengubah keinginanmu, kamu pun tidak akan bisa mengubah pandangan mereka. Semuanya hanya akan terjadi jika timbul kesadaran dari diri masing-masing.
Sebaiknya, alihkan perhatianmu hanya pada aspek-aspek yang bisa kamu kendalikan. Jika kamu dan pasanganmu benar-benar serius, semua itu akan terlihat jelas–dan biarkan waktu yang membantu orang tuamu untuk berdamai dengan situasi yang ada.